Kamis, 14 Mei 2009

Kaos Sejarah dan Insiden Trisakti 1998

Oleh : Bambang Haryanto
Email : kisahkaos (at) gmail.com



Indonesia membara. Tanggal 12-14 Mei 1998, Anda berada di mana, saat Indonesia membara ? Saya sendiri ada di Wonogiri. Setiap malam senantiasa mengikuti siaran BBC, Radio Hilversum dan Voice of America. Setelah selama 18 tahun tinggal di Jakarta, bulan Januari 1998, saya memutuskan untuk pulang kampung. Ternyata, saya harus juga ikut menjadi saksi saat Solo ikut membara, menjadi korban rembetan api kerusuhan di Jakarta.

Ketika Soeharto lengser, Radio Hilversum sempat mengutip tajuk rencana sebuah koran manca negara yang mengomentari peristiwa alih kekuasaan kepada Habibie. “Peralihan dari setan kepada roh jahat,” begitu bunyinya. Kartun majalah AsiaWeek (5/6/1998) melukiskan Indonesia sebagai mobil terbalik dan terbakar. Soeharto, sang supir nampak didalamnya. Teksnya berbunyi : Famous last words : “Vrooom, vrooooomm…”

Saat itu pula, Indonesianis asal AS, Ben Anderson di corong VoA, ikut mengomentari attitude seseorang tokoh militer yang diduga sebagai dalang kerusuhan Mei 1998 dengan melakukan penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Tokoh itu ia sebut sebagai “anti kaum intelektual.” Sosok bersangkutan masih mondar-mandir dalam konstelasi politik kelas tinggi Indonesia, saat ini.

Klub tshirt. Saya bukan alumnus Universitas Trisakti. Tetapi gara-gara mengelola klub pencinta kaos, Ideas T-Shirt Club (ITSC) di Jakarta, saya memiliki pacar mahasiswa Desain Produksi FTSP Trisakti. Adanya kaitan emosional semacam itulah, ketika ikut mencatat peristiwa lengsernya Soeharto sebagai bagian sejarah hidup pribadi, memicu saya untuk menulis surat pembaca.

Sebagai kaum epistoholik, saya telah menulis surat pembaca yang mengusulkan agar peristiwa Trisakti 1998 itu juga diabadikan dalam bentuk kaos. Untuk apa ?


Monumen Pahlawan Reformasi
Harian Bernas, Jumat Wage, 29 Mei 1998


Selamat jalan, pahlawan reformasi. Peristiwa terenggutnya nyawa rekan-rekan muda kita Hery Hartanto, Elang Mulyana, Hafidin Royan dan Hendriawan Lesmana pada senja hari Selasa 12 Mei 1998 yang pedih di kampus Universitas Trisakti, akan selalu dikenang dalam sanubari rakyat dan bangsa Indonesia.

Peristiwa brutal itu tak boleh terjadi lagi di masa depan. Untuk selalu berusaha menghidupkan-hidupkan semangat menyelesaikan masalah tanpa kekerasan, saya usulkan agar pihak terkait seperti organisasi Ikasakti (Ikatan Kekeluargaan Alumni Trisakti) atau Universitas Trisakti sendiri, membangun sebuah monumen kenangan.

Monumen itu berbentuk situs web (kios informasi) di Internet, yaitu media komunikasi berskala global, egaliter dan demokratis, sejajar dengan ide besar yang diperjuangkan rakyat, mahasiswa Indonesia, dan para almarhum pahlawan reformasi.

Teknologi dan karakter situs web tersebut membuka dan memungkinkan secara komprehensif dikisahkan kejadian yang memilukan tersebut, cerita para saksi mata, kenangan para rekan sebangku kuliah dan dosen, sambutan para tokoh gerakan reformasi, bahkan para peziarah dari seluruh dunia pun dapat menorehkan kesan dan pesan di “webmemorial” ini.

Saya tahu, sumbang saran berikut sedikit kontroversi. Yaitu dimungkinkannya pada situs Web pahlawan reformasi tersebut dijual benda-benda kenangan (memorabilia) seperti t-shirt, pin/bros, alat-alat tulis, mug, foto, dan kreasi benda kenangan lainnya.

Keberatan yang muncul mungkin upaya pengumpulan dana ini dituduh sebagai upaya “sadis” karena mengkomersialkan kesedihan para keluarga yang ditinggalkan dan memperdagangkan peristiwa gugurnya mereka yang sama-sama tidak kita kehendaki.

Usulan itu didasari niat baik. Hasil pengumpulan dana dari hasil penjualan memorabilia itu, yang dikelola secara transparan dan profesional, dapat dimanfaatkan untuk hal-hal mulia untuk mengharumkan nama pahlawan reformasi kita. Mungkin untuk memberi beasiswa kepada pelajar berprestasi yang ingin kuliah di Trisakti, terutama untuk para pelajar anak-anak anggota ABRI, dan banyak sekali gagasan kreatif lain yang dapat disumbangkan oleh khalayak.

Kisah-kisah mengharukan dari balik layar, cucuran empati yang gigih bekerjasama dan tanpa pamrih dalam menopang logistik untuk para mahasiswa Indonesia pada saat-saat bersejarah, berdemo di Gedung MPR/DPR Senayan, membuktikan bahwa bangsa kita memiliki energi luhur yang luar biasa. (Foto dari majalah AsiaWeek, 5/6/2009, menunjukkan kegembiraan meluap saat mengetahui Soeharto lengser).

Keteladanan merekalah yang memicu usulan dan gagasan kecil ini demi terbangunnya webmemorial untuk para pahlawan reformasi agar kita bisa kenang dan teladani sepanjang masa.


Bambang Haryanto
Pekerja Internet di PlanetSolo
PO Box 2057/SloTP
Solo 57154


Wonogiri, 15/5/2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar